Pengembangan Sumber Energi Panas Bumi Sebagai Upaya Diversifikasi Energi Untuk Mewujudkan Ketahanan Energi Nasional

LATAR BELAKANG

Pasal 33 ayat 3 UUD 1945 yang berbunyi: “ Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Sesuai dengan pasal 33 ayat 3 UUD 1945, dapat didefinisikan meliputi apa saja kekayaan alam yang merupakan sektor energi dan sumber daya mineral yang dikuasai negara dan dipergunakan untuk kemakmuran rakyat. Adapun  sektor energi dan sumber daya mineral tersebut antara lain :

  1. Minyak dan gas bumi
  2. Panas bumi
  3. Mineral dan batubara
  4. Energi baru

Hukum energi diatur dalam Undang Undang 30 tahun 2007 yang mencakup sumber daya energi, sumber energi, dan energi itu sendiri. Arah pembangunan energi meliputi intensifikasi, konservasi, dan diversifikasi energi. Hukum energi tersebut dijadikan sebagai jaminan kecukupan energi bagi pembangunan berkelanjutan. Lingkup peraturan tentang jenis energi sebagai berikut:

UU

Sebagai pedoman pengelolaan energi nasional, maka dibuatlah Peraturan Presiden no. 5 tahun 2006 yaitu Kebijakan Energi Nasional yang bertujuan mengarahkan upaya-upaya dalam mewujudkan keamanan pasokan energi dalam negeri dan untuk mendukung pembangunan yang berkelanjutan. Pengelolaan energi nasional diupayakan untuk menjamin penyediaan energi dengan harga wajar untuk kepentingan nasional.

Kebijakan utama dalam kebijakan energi nasional antara lain:

  1. Penyediaan energi, meliputi: Penjaminan ketersediaan pasokan energi dalam negeri, pengoptimalan produksi energi, dan pelaksanaan konservasi energi
  2. Pemanfaatan energi, meliputi: Efisiensi pemanfaatan energi, diversifikasi energi
  3. Penetapan kebijakan harga energi ke arah harga keekonomian: mempertimbangkan kemampuan usaha kecil, dan bantuan bagi masyarakat tidak mampu dalam jangka waktu tertentu
  4. Pelestarian lingkungan hidup, dengan prinsip: pembangunan berkelanjutan

Pembahasan fokus kepada pemanfaatan energi melalui diversifikasi energi. Sesuai kebijakan energi nasional, akan dilakukan peningkatan pemanfaatan sumber energi yang baru dan meminimalisasi sumber energi fosil (minyak bumi, gas, batubara).

komposisi

Gambar 1. Komposisi energi nasional mix tahun 2006 dan 2025

Peningkatan sumber energi yaitu pada energi panas bumi dari 1.32% menjadi 5% di tahun 2025. Selain itu, muncul sumber energi baru seperti bahan bakar nabati, batubara yang dicairkan, dan sebagainya.

Kelebihan energi panas bumi dibandingkan dengan sumber energi lainnya ialah sifat energi panas bumi yang bersih, bahkan terbersih jika dibandingkan minyak bumi, batubara, dan nuklir. Hal ini dikarenakan emisi pembangkit panas bumi sangatlah rendah, dan bahkan secara teoritis emisinya sama dengan nol. Pembangkit panas bumi juga mampu menghasilkan listrik hingga lebih dari 100 MW.

PERMASALAHAN

Energi panas bumi di Indonesia belum dimanfaatkan dengan baik. Padahal lokasi Indonesia yang berada di ”ring of fire” dunia dengan banyaknya gunung api memberikan anugerah tersedianya energi yang ramah lingkungan yaitu panas bumi. Potensi energi panas bumi yang dimiliki oleh Indonesia mencapai sekitar 28.000 MW dengan potensi sumber daya 13.440 MW dan cadangan 14.473 MW tersebar di 265 lokasi di seluruh Indonesia. Penggunaan energi panas bumi untuk penyediaan listrik kini pemanfaatannya baru mencapai sekitar 4 persen dari potensi yang ada. Sebagian besar sumber energi panas bumi hanya dimanfaatkan sebagai tempat wisata dan hanya sedikit yang dimanfaatkan sebagai pembangkit listrik seperti Wayang Windu yang terdapat di Pangalengan, Jawa Barat.

Seharusnya dengan meningkatnya kebutuhan energi dunia ditambah lagi dengan semakin tingginya kesadaran akan kebersihan dan keselamatan lingkungan, maka energi panas bumi bisa menjadi salah satu alternatif sumber energi yang diharapkan dapat menyelesaikan ketergantungan dunia terhadap bahan bakar fosil. Oleh karena itu, energi panas bumi di Indonesia hendaknya mendapat perhatian yang lebih baik agar pemanfaatannya dapat menjadi lebih optimal mengingat banyaknya sumber panas bumi di sepanjang Sumatra, Jawa, dan Sulawesi.

Meskipun demikian, energi panas bumi tetap mempunyai kekurangan yaitu biaya instalasi awalnya yang sangat mahal dan pada kenyataannya, masih banyak daerah di Indonesia yang menolak pengembangan panas bumi.

Salah satu permasalahan pengembangan proyek panas bumi terjadi di Bedugul, Bali. Proyek panas bumi di Bedugul, Bali yang pernah digagas pada tahun 1994 ternyata menimbulkan polemik besar. Masyarakat Bali menolak proyek tersebut. Para sulinggih (pendeta Hindu-Bali) yang tergabung dalam Parisada Hindu Dharma dengan tegas menyatakan proyek panas bumi di kawasan Bedugul tersebut akan mengurangi kesakralan kawasan suci tersebut. Gunung merupakan kawasan suci yang mesti dijaga kesakralannya menurut ajaran agama Hindu-Bali.

Pemerintah saat itu yakin pembangkit panas bumi adalah pilihan tepat mengatasi kelangkaan listrik di Pulau Bali. Panas bumi adalah energi pembangkit listrik yang ramah lingkungan dibandingkan pembangkit bahan bakar fosil. Dari pembangkit panas bumi ini pemerintah berharap listrik berkapasitas 175 MW dapat dihasilkan. Jumlah itu cukup untuk mengatasi kekurangan listrik Bali untuk beberapa tahun ke depan. Proyek tersebut juga direncanakan akan mengurangi ketergantungan Pulau Bali terhadap pasokan listrik kabel laut dari Pulau Jawa.

Pada kenyataannya, segala kelebihan pembangkit panas bumi tidak membuat rencana tersebut berjalan mulus. Lokasi proyek menjadi kendala utama. Pembangkit panas bumi memanfaatkan uap panas yang berada yang dihasilkan reservoir gunung berapi di kedalaman lebih dari 2.000 meter sehingga pembangkit ini harus dibangun di lereng gunung. Umat Hindu Bali memandang gunung, danau, campuhan (pertemuan sungai-sungai) dan pantai merupakan kawasan suci yang mesti dijaga kesakralannya. Gunung menempati tempat yang khusus karena dipandang sebagai tempat bersemayamnya Sang Hyang Widi (Sang Pencipta). Sejumlah pura besar dibangun di kawasan pegunungan tinggi dan sulit dijangkau dengan tujuan untuk mempertahankan kesunyian dan kesakralannya. Selain itu kawasan pegunungan Bedugul memiliki nilai khusus karena di tempat inilah tiga dari empat danau di Pulau Bali berada dan sejumlah pura besar dibangun. Aktivitas pembangunan pembangkit panas bumi dipandang mengurangi kesakralan kawasan Bedugul sehingga menimbulkan fenomena penolakan dari masyarakat Bali.

ANALISA

Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) mempunyai sejumlah kelebihan dibandingkan sumber energi pembangkit listrik lainnya. PLTP  menghasilkan emisi gas pencemar yang jauh lebih rendah dibandingkan pembangkit listrik berbahan bakar minyak maupun batu bara. PLTP juga tidak menghasilkan limbah cair yang merusak lingkungan. Atas dasar itulah sumber energi ini dikatakan ramah lingkungan dan berkelanjutan. PLTP  mampu menyediakan energi listrik dengan kapasitas yang besar mencapai lebih dari 100 MW dalam satu kawasan pembangkit. Sumber energi berkelanjutan dan terbarukan lainnya, seperti tenaga angin, solar sel, dan mikro hidro, hanya mampu memberikan energi listrik beberapa puluh kilo watt saja per unit pembangkit. Pembangkit panas bumi juga memiliki faktor kapasitas yang tertinggi, mencapai 80%. Pembangkit listrik tenaga air, misalkan, hanya bisa dimanfaatkan sebesar 36% dari kapasitas terpasang karena adanya musim kemarau dan hujan. Pembangkit panas bumi merupakan pilihan tepat bagi pemerintah untuk dikembangkan. Pembangkit panas bumi harus dibangun di kawasan pegunungan. Karena pada tempat itulah, uap panas yang berasal dari aktivitas pegunungan berada.

Permasalahan proyek panas Bedugul merupakan permasalahan yang kompleks karena dihadapkan pada kepercayaan dan kebudayaan masyarakat Bali. Umat-Hindu Bali memperlakukan gunung dan danau sebagai kawasan suci. Aktivitas pembangkit listrik dinilai mengurangi kesucian kawasan tersebut. Sebuah ajaran agama yang telah dipegang teguh selama ratusan tahun di pulau dewata tersebut.

Upaya Pemerintah untuk mendorong pengembangan panas bumi di Indonesia dengan mengeluarkan Undang-Undang Nomor 27 tahun 2003 tentang Panas Bumi dan Peraturan Pemerintah Nomor 59 tahun 2007 tentang Kegiatan Usaha Panas Bumi. Untuk mendukung iklim investasi panas bumi, Pemerintah juga sedang menyusun program untuk merampungkan penetapan restrukturisasi tentang jual beli listrik dari PLTP. Selain itu peraturan presiden mengenai kebijakan energi juga telah dikeluarkan yang kesemuanya mengatur pengelolaan sumber energi energi nasional.

Akan tetapi saat ini pemerintah dihadapkan pada kenyataan yang sulit, pengembangan energi panas bumi masih sulit untuk direalisasikan. Pengembangan energi panas bumi masih terbentur dengan kepentingan daerah yang bersangkutan. Kurangnya pemahaman dan kesadaran masyarakat akan pentingnya pengembangan energi panas bumi sebagai upaya diversifikasi energi nasional sebagai energi alternatif pengganti energi bahan bakar fosil serta ketidaktahuan masyarakat bahwa pengelolaan energi panas bumi yang ramah lingkungan menjadi penghambat pengembangan energi panas bumi di Indonesia. Pemerintah diharapkan mampu mengetahui secara benar permasalahan yang ada serta mampu mengatasi permasalahan tersebut sehingga kebijakan energi nasional dapat diwujudkan.

Dengan  diadakannya  konferensi geothermal dunia (World Geothermal Conference) di Denpasar, Bali tanggal 25-30 April 2010 diharapkan mampu mendorong pengembangan energi panas bumi di Indonesia. Peran pemerintah sangat dibutuhkan agar kepentingan perusahaan penyalur listrik disisi hilir dan perusahaan pengembang sumber panas bumi bisa dipertemukan. Bahkan sebaiknya pelayanan pengembangan panas bumi disisi hulu dan hilir dilakukan satu atap. Sehingga dapat mengintegrasikan perencanaan pemanfaatan di sisi hilir dan pengembangan sumber daya panas bumi di sisi hulu, serta bisa mengatasi persoalan lain seperti keberadaan 10 persen sumber energi panas bumi yang berada di hutan lindung maupun cagar alam. Pola satu atap ini diharapkan juga mengatasi hambatan pengembangan sumber energi panas bumi yang bersifat kedaerahan sehingga kebijakan yang memprioritaskan pemanfaatan panas bumi bagi pembangunan pembangkit listrik pada daerah yang memiliki sumber energi panas bumi tidak terhambat oleh persoalan sosial kemasyarakatan di daerah.

KESIMPULAN

Hukum energi diatur dalam Undang Undang 30 tahun 2007. Hukum energi dijadikan pedoman untuk menentukan Kebijakan Energi Nasional yang bertujuan mengarahkan upaya-upaya dalam mewujudkan keamanan pasokan energi dalam negeri dan untuk mendukung pembangunan yang berkelanjutan. Salah satu arah pembangunan energi yaitu diversifikasi energi. Diversifikasi energi dilakukan untuk mengurangi ketergantungan terhadap sumber energi bahan bakar fosil serta untuk mewujudkan energi nasional mix.

Pemerintah bermaksud untuk lebih memanfaatkan energi dalam penyediaan tenaga listrik nasional melalui program percepatan pembangunan pembangkit  tenaga listrik  yang komposisi energi mixnya lebih ke arah energi baru terbarukan, yang salah satunya adalah panas bumi. Dengan pelaksanaan program ini, diharapkan kontribusi pemanfaatan energi panas bumi meningkat.

Potensi energi panas bumi yang dimiliki oleh Indonesia mencapai sekitar 28.000 MW tetapi pemanfaatannya baru mencapai sekitar 4 persen dari potensi yang ada. Pemanfaatan sumber panas bumi setara dengan penghematan 88 juta barel minyak bumi per tahun atau 13 juta ton per tahun penggunaan batubara. Kajian Asosiasi Panas bumi Indonesia (API), pemanfaatan sumber panas bumi hingga 5.796 MW bisa menyelamatkan penerimaan negara sebesar 4,5 miliar Dolar AS per tahun dari penghematan BBM atau 1,5 miliar Dolar AS per tahun dari penghematan batubara.

Potensi besar panas bumi di Indonesia merupakan tantangan bagi ilmuwan, akademisi, teknolog maupun pengusaha nasional. Tidak semua negara beruntung memiliki sumber energi ini. Penguasaan teknologi pengembangan sumber energi panas bumi oleh pihak nasional bukan hanya menghasilkan nilai tambah industri barang modal dan jasa industri panas bumi dan energi namun juga kebanggaan untuk tidak tergantung pada pihak asing.

Energi panas bumi ini merupakan sumber energi bersih lingkungan, karena tidak memproduksi emisi CO2. Selama kondisi geologi dan hidrologi terjaga keseimbangannya, pembentukan sumber energi panas bumi yang terkait dengan pembentukan magma gunung api pada ring of fire terus menerus terjadi (sustainable). Selain itu juga tidak memerlukan kilang, pengangkutan, bongkar muat dan bersifat lokal. Sehingga, seharusnya tidak tergantung pada fluktuasi harga energi fosil.

Pengembangan panas bumi masih membutuhkan dukungan semua pihak. Keberadaan UU Panas Bumi maupun berbagai peraturan yang ada belum mampu mewujudkan pemanfaatan sumber energi panas bumi secara maksimal. Berbagai hambatan dan tantangan masih membutuhkan keseriusan untuk dicarikan solusinya

Permasalahan proyek panas bumi Bedugul, Bali, yang banyak diwarnai penolakan oleh masyarakat Bali karena pembangunan fasilitas dikhawatirkan akan mengganggu hutan adat mereka menjadi hambatan bagi pemerintah dalam mengembangkan proyek panas bumi mengingat pemerintah berharap agar Provinsi Bali bisa mandiri dalam menyediakan tenaga listrik. Permasalahan di daerah lain terkait dengan adanya UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan yang melarang penambangan dengan pola terbuka di kawasan hutan lindung juga ikut menghambat pengembangan energi panas bumi. Selain itu, sumber energi panas bumi tidak dapat diekspor sehingga hanya bisa dimanfaatkan untuk keperluan domestik atau lokal. Berbeda dengan minyak bumi atau barubara, karakteristik sumber energi panas bumi membuat pengembangan dan pengelolaannya tidak bisa mengikuti mekanisme pasar. Hukum permintaan dan penawaran tidak berlaku. Oleh sebab itu peran pemerintah sangat diperlukan guna mengelola dan mengatur para pelaku industri pemanfaatan panas bumi

Melalui peran pemerintah, kepentingan perusahaan penyalur listrik disisi hilir dan perusahaan pengembang sumber panas bumi bisa dipertemukan. Bahkan sebaiknya, pelayanan pengembangan panasbumi disisi hulu dan hilir dilakukan satu atap. Sehingga dapat mengintegrasikan perencanaan pemanfaatan di sisi hilir dan pengembangan sumber daya panas bumi di sisi hulu, serta bisa mengatasi persoalan lain seperti keberadaan 10 persen sumber energi panas bumi yang berada di hutan lindung maupun cagar alam. Pola satu atap ini diharapkan juga mengatasi hambatan pengembangan sumber energi panas bumi yang bersifat kedaerahan sehingga kebijakan yang memprioritaskan pemanfaatan panas bumi bagi pembangunan pembangkit listrik pada daerah yang memiliki sumber energi panas bumi tidak terhambat oleh persoalan sosial-kemasyarakatan di daerah.

Dari uraian di atas, kita mengetahui bahwa pengembangan sumber energi panas bumi di Indonesia memiliki peran penting dalam diversifikasi energi sehingga mampu mengurangi ketergantungan penggunaan sumber energi fosil (minyak, batubara, dan gas bumi) dan mampu membangun kemandirian energi lokal untuk membangun ketahanan energi nasional.

Leave a comment